Rabu, 25 Mei 2016

prinsip dasar Toksikologi



Resume Prinsip-prinsip Dasar Toksikologi Lingkungan

Oleh : Samson Supeno, ST., M.Si
           
A.   Definisi Toksikologi dan Toksikologi Lingkungan
Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang racun. Dan racun dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menyebabkan efek yang berbahaya bagi makhluk hidup; racun merupakan zat yang bekerja di dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologis yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Sifat bahan kimia dari racun apabila masuk ke jaringan tubuh manusia akan mampu merusak sel darah merah dan sistem saraf. Mengikuti postulat Paracelsus, suatu zat dikatakan beracun atau tidak bergantung pada seberapa banyak bahan atau zat tersebut. Sehingga di dalam toksikologi industri yang penting adalah menyatakan seberapa banyaknya sebagai taksiran beracun, atau tidaknya suatu zat tertentu. Toksikologi juga mencakup studi mengenai efek-efek berbahaya yang disebabkan oleh fenomena fisik (Hodgson, 2004: 3).
Sedangkan toksikologi lingkungan merupakan bagian dari ilmu toksikologi yang membahas mengenai efek-efek toksikan (racun) lingkungan terhadap kesehatan (makhluk hidup) dan lingkungan. Studi toksikologi lingkungan terkait dengan pertanyaan bagaimana toksikan lingkungan, melalui interaksinya dengan manusia, hewan, dan tanaman, memengaruhi kesehatan dan keselamatan organisme hidup tersebut (Yu, 2005: 1). Dapat dikatakan, toksikologi lingkungan adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat, penyebaran, dan perilaku zat racun (polutan) di dalam lingkungan, serta efeknya terhadap flora, fauna dan manusia (Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 1).
Ruang lingkup dan komponen primer yang dipelajari dalam ilmu toksikologi lingkungan adalah menyangkut masalah: (1) sumber racun—termasuk jenis, jumlah dan sifatnya; (2) distribusi di dalam media udara, tanah dan air; (3) dan efek toksisitasnya terhadap flora, fauna (liar), tanaman, hewan ternak, dan manusia (Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 8).
Toksikologi lingkungan merupakan suatu ilmu multi disipliner yang meliputi sejumlah ranah studi yang bermacam-macam, seperti genetika, biologi, kimia (organik, analitis dan biokimia), anatomi, ilmu tanaman, geologi, ilmu kesehatan masyarakat, fisiologi, mikrobiologi, ekologi, ilmu tanah, hidrologi, ilmu atmosfer, ilmu statistik, dan ilmu hukum (Yu, 2005: 6).
Toksikologi lingkungan dapat dibagi menjadi dua subkategori: toksikologi kesehatan lingkungan dan ekotoksikologi. Toksikologi kesehatan lingkungan dapat didefinisikan sebagai studi mengenai efek-efek merugikan dari bahan-bahan kimia lingkungan terhadap kesehatan manusia. Sedangkan ekotoksikologi merupakan studi yang membahas efek-efek kontaminan lingkungan terhadap ekosistem dan unsur-unsur pokok yang ada di dalam ekosistem (i.e. ikan, burung, margasatwa, dll) (Leblanc, 2004 :464).
Ilmu-ilmu yang mendukung toksikologi (lingkungan). Sumber: Landis & Yu (1999)

B.    Klasifikasi Bahan-bahan Toksik
Sejumlah klasifikasi bahan-bahan toksik:
1.     Berdasarkan organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopoetik, dlsb.
2.     Berdasarkan penggunaannya: pestisida, solven/pelarut, zat aditif makanan, dll.
3.     Berdasarkan sumbernya: toksin tumbuhan, zootoksin, polutan, kontaminan, dll.
4.     Berdasarkan efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dll.
5.     Berdasarkan keadaan fisiknya: gas, debu, cair logam-logam, radiasi, panas, getaran, dll.
6.     Berdasarkan keperluan labelnya: mudah meledak, mudah terbakar, menyebabkan iritasi, radioaktif, mudah menyala, oksidiser, dll.
7.     Berdasarkan kandungan kimianya: aromatic aminehalogenated hydrocarbon, dll.
8.     Berdasarkan mekanisme biokimiawi: sulfhydril inhibitor, prosedur methemoglobin.
C.   Sejumlah Definisi yang Berhubungan dengan Klasifikasi Bahan Toksik
1.     Polusi: pencemaran tanah, air, makanan, atau atmosfer yang disebabkan oleh sejumlah campuran bahan-bahan yang berbahaya.
2.     Polutan: sejenis bahan (zat) kimia yang terdapat di lingkungan dalam jumlah tertentu yang sebagiannya merupakan hasil dari aktivitas manusia—berupa gas, padatan, cairan—yang dapat mencemari lingkungan (polusi). Sifat polutan ini dapat merusak secara sementara dan dapat merusak dalam jangka waktu yang lama.
3.     Kontaminan: zat yang hadir dalam lingkungan yang bukan tempatnya atau berada dalam tingkat yang dapat membahayakan kesehatan (akibat adanya aktivitas manusia); zat (asing) hadir dalam atau pada material dan mempengaruhi satu atau lebih sifat-sifat bahan. Kontaminan dapat ditemukan di tanah, tanaman, air, udara, hewan laut, hewan darat, dan burung.
4.     Toksin: racun atau suatu zat tunggal yang dihasilkan dari suatu organisme yang dapat bercampur dengan fisiologis normal. Sebagian besar toksin termasuk zat eksogenus yang dihasilkan oleh suatu organisme untuk memberikan efek merugikan terhadap organisme lain.
5.     Venom: Zat sekresi yang mengandung suatu campuran zat bioaktif, yaitu enzim, toksin, neurotransmitter, dll; senyawa organik kompleks yang mengandung sejumlah besar senyawa kimia yang bersifat racun, seperti protein, enzim, polipeptida. Venom digunakan untuk menangkap mangsa dan sebagai suatu zat kimia pertahanan untuk melawan predator lain.
6.     Xenobiotik: senyawa kimia yang tidak dihasilkan secara alami dan secara normal dapat menjadi bagian komponen dari sistem biologi—termasuk di dalamnya adalah pelbagai jenis kontaminan, seperti pestisida, pupuk, logam yang bersenyawa, zat nuklir, kosmetik, obat-obatan (Rasiska, 2013: 25-29).
D.   Proses Toksik Zat Racun di Dalam Lingkungan
Terdapat tiga fase dalam proses toksik senyawa racun di dalam lingkungan, yakni (1) fase eksposur/pendedahan (exposure phase), (2) fase kinetik (kinetic phase), (3) fase dinamik (dynamic phase). Fase pendedahan adalah fase dimana zat racun mulai keluar dari sumbernya. Fase ini meliputi cara bagaimana lingkungan terkontaminasi oleh bahan pencemar, termasuk kondisi sumber pencemar (racun). Fase kinetik didefinisikan sebagai fase ketika zat racun mulai menyebar pada medium fisik, seperti tanah, air dan udara. Fase dinamik adalah fase dimana zat racun sudah mulai berinteraksi dengan traget serta menimbulkan efek terhadap target atau reseptor (flora, fauna, ataupun manusia).
E.    Parameter Tiap Fase
a.Fase Eksposur                
1.     Apakah sumber racun tersebar atau tidak.
2.     Kondisi sumber tercemar (static sources: industri dan pemukiman penduduk; mobile sources: transportasi—e. mobil, motor, kereta api, bus, kapal laut, dll.).
3.     Jenis emisi (zat yang dikeluarkan).
4.     Jumlah emisi—termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh emisi.
b.Fase Kinetik (Beberapa kondisi yang dialami polutan pada fase kinetik)
1.     Pengikatan di dalam tanah.
2.     Tingkat kelarutan di dalam air (pelarutan bahan pencemar).
3.     Konversi senyawa secara fisiko-kimiawi.
4.     Konversi oleh biologis.
5.     Parameter iklim/cuaca (peruraian polutan oleh alam)
c.Fase Dinamik (Meliputi efek toksisitas [akut dan kronik] dari bahan pencemar)
1.     Mengenai efek toksisitasnya.
2.     Penyerapan polutan oleh organisme.
3.     Perpindahan polutan dalam tubuh organisme.
4.     Transformasi polutan dalam tubuh organisme.
4.Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.
d.Karakteristik Zat Toksik
Terdapat perbedaan antara zat toksik yang dihasilkan secara alami dengan yang buatan manusia: (1) Pada umumnya, jumlah zat toksik yang berasal dari alam lebih sedikit ketimbang buatan manusia; dan (2) penyebaran dan efek yang ditimbulkan dari sumber zat toksik yang berasal dari alam bersifat global, sedangkan toksik buatan manusia bersifat lokal—i.e. hanya berada di areal industri ataupun pemukiman yang terjangkau efek merugikan dari penggunaan zat toksik tersebut.
Karakteristik penting lainnya dari zat toksik: (1) biokonsentrasi, (2) bioakumulasi, (3) biomagnifikasi, (4) biotransformasi.
(1) Biokonsentrasi adalah karakteristik polutan yang dapat terkandung atau terkonsentrasi secara biologis, yang tingkat konsentrasinya di suatu bagian ekosistem akan lebih besar ketimbang bagian ekosistem lainnya.
(2)Bioakumulasi adalah proses akumulasi kimia oleh organisme yang secara dari lingkungan abiotik (air, tanah, udara, dan dari sumber makanan). Zat kimia yang ada di lingkungan terakumulasi di dalam tubuh organisme melalui difusi pasif.
(3)Biomagnifikasi adalah proses perpindahan zat kimia melalui rantai makanan di dalam tingkatan tropik; proses penambahan konsentrasi polutan secara suksesif di dalam tingkatan tropik tertinggi dalam rantai makanan.
(4)Biotransformasi merupakan satu dari dua mekanisme umum dalam mengurangi kadar toksik di lingkungan melalui organisme. Ada dua kelas dalam reaksi biotransformasi: (1) reaksi katabolik atau reaksi memecah, dan (2) reaksi sintetik yang menghasilkan metabolik.
e. Jalur Masuk dan Tempat Pemaparan
Jalur utama bahan toksik dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti), paru-paru (inhalasi), kulit (topical), dan jalur parenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal).
f. Jangka Waktu dan Frekuensi Pemaparan
Ada empat kategori mengenai pemaparan zat kimia terhadap binatang yang disediakan oleh para pakar toksikologi: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut diberi batasan sebagai suatu pemaparan terhadap sejenis bahan kimia tertentu selama kurang dari 24 jam. Untuk tiga kategori terakhir dapat dimasukkan ke dalam pemaparan berulang (repeated exposures). Pemaparan kategori subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu zat kimia tertentu dalam jangka waktu satu bulan atau kurang; subkronik untuk jangka waktu satu sampai tiga bulan, dan kronik untuk lebih dari tiga bulan (Sudarjat & Siska Rasika, 2006: 16-17).
g. Tingkatan Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana organisme hidup, zat, energi dan/ atau sejenis komponen asing masuk atau dimasukkan ke dalam lingkungan dan/atau terjadinya perubahan kondisi lingkungan oleh aktivitas manusia ataupun proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak nyaman dan sesuai bagi makhluk hidup (Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 12-13).
Menurut Wright & Olson (1974, seperti dikutip Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 13), tingkatan pencemaran lingkungan dapat dibagi ke dalam enam tingkatan, yaitu (1) tingkat tambahan lingkungan (enviromental addition), (2) tingkat kontaminan lingkungan (enviromental contaminant), (3) tingkat bahaya lingkungan (enviromental hazard), (4) tingkat polutan lingkungan (enviromental pollutant), (5) tingkat polusi berbahaya (dangerous pollution), (6) tingkat bencana/ polusi katastrofik (catastrophic pollution).
F.    Parameter Tingkatan Pencemaran Lingkungan
a.Enviromental Addition
1.     Terjadinya kerusakan secara estetika
2.     Air menjadi keruh
3.     Adanya sampah organik
4.     Kondisi lingkungan sangat mudah pulih kembali
b.Enviromental Contaminant
1.     Kerusakan biologis sudah dapat dideteksi
2.     Kematian beberapa biota air
3.     Kondisi lingkungan masih mudah dipulihkan kembali

c.Enviromental Hazard
1.     Terjadi kerusakan pada struktur ekosistem
2.     Kondisi ini mengundang perhatian banyak ahli
3.     Berpotensi untuk pulih kembali
d.Enviromental Pollutant
1.     Polutan masuk ke dalam lingkungan yang menyangkut kepentingan masyarakat
2.     Menyebabkan terjadinya kematian organisme
3.     Indeks keragaman jenis organisme hidup menurun sehingga ekosistem menjadi tidak stabil
e.Dangerous Pollution
1.     Polutan masuk ke dalam lingkungan dan telah menimbulkan kerusakan biologis yang berat
2.     Memerlukan tindakan pemulihan secara efektif
3.     Memerlukan dukungan pemerintah dan masyarakat secara serius
f.Catastrophic Pollution
1.     Polutan yang masuk ke dalam lingkungan memiliki toksisitas tinggi, dengan konsentrasi yang meningkat terus-menerus
2.     Sulit dilakukan pemulihan lingkungan secara tepat
Klasifikasi tingkatan pencemaran lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan sejumlah kebijakan yang harus diupayakan untuk mencegah, mengendalikan hingga mengatasi pencemaran yang terjadi (Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 13; Rasiska, 2013: 40).
Referensi:
Hodgson, Ernest, “Introduction to Toxicology”, in Hodgson, Ernest (ed.). 2004. A Textbook of Modern Toxicology (third edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken. p. 1-8.
Rasiska, Siska. 2013. Memahami Permasalahan di Lingkungan dan Produk Pertanian (modul ajar). Jatinangor: Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Hlm. 1-19 & 29-40.
Sudarjat dan Siska Rasiska. 2006. Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian (bahan ajar). Jatinangor: Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Hlm. 1-22.
Yu, Ming-Ho. 2005. Environmental toxicology: Biological and Health Effects of Pollutants (second edition). New York: CRC Press. p. 1-10.

Senin, 23 Mei 2016

Makalah protozoa parasit Giardia Lamblia



Dosen              : Sulasmi, SKM., M.Kes
Mata Kuliah  : Parasitologi
 
MAKALAH
GIARDIA LAMBLIA
Disusun Oleh:
ASTRI NURUL HIDAYAH                       PO.71.3.221.15.1.010
EFRAIM SUWENDY K.T                          PO.71.3.221.15.1.014
MARIATI                                                    PO.71.3.221.15.1.023
RISMA NOVIANTY                                  PO.71.3.221.15.1.035
TAQWALIYAH                                          PO.71.3.221.15.1.047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DIPLOMA III
2015/2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana yang membahas mengenai protozoa Giardia Lamblia.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa memberkati segala usaha kita. Amin.



                                                                                          Makassar , 06 April 2016


         Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  1
1.2  Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3  Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Giardia Lamblia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
2.2 Taksonomi . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
2.3 Morfologi. . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  4
2.4 Habitat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.5 Siklus Hidup . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6
2.6 Penyebab penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
2.7 Gejala Penyakit Giardiasis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.8 Pencegahan Penyakit Giardiasis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
3.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Parasit ini di temukan oleh Anatomi Van Ieuwenhoek (1681), sebagai mikro organisme yang bergerak-gerak didalam tinja, dan flegellata ini pertama kali dikenal serta dibahas oleh lambl (1859), dan diberi nama “intestinalis”. Stiles (1915) memberikan nama baru, Giardia lambia, untuk menghormati Prof. A. Giard dari paris dan Dr. Lambl dari Prague. Giardia lamblia (identik dengan Lamblia intestinalis dan Giardia duodenalis) adalah protozoa parasit yang membentuk koloni dan bereproduksi di usus kecil, menyebabkan giardiasis (infeksi usus kecil). Parasit giardia ini menambatkan dirinya ke epithelium melalui cakram berperekat diperutnya dan bereproduksi melalui pembelahan biner. Giardiasis tidak tersebar melalui darah, dan tidak menyebar ke bagian sistem pencernaan lainnya namun tetap berada di usus kecil. Mereka menyerap nutrisi dari lumen (dinding dalam) usus kecil dan tidak memerlukan oksigen untuk hidupnya (anaerob).
Manusia adalah hospen alamiah Giardia lamblia, selanjutnya spesies dan morfologi yang sama ditemukan pada berbagai hewan, penyakit yang disebabkannya disebut Giardiasis, Lamblias, dengan distribusi geografik bersifat kosmolit dan lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas dari pada di daerah beriklim dingin, dan parasite ini ju ga ditemukan di Indonesia. Dalam silkus hidupnya, G. Lamblia mengalami 2 stadium, yaitu stadium trofozoit yang dapat hidup bebas di dalam usus halus manusia dan kista stadium infektif yang keluar ke lingkungan melalui feses manusia. Tertelannya kista dari air minum dan makanan yang terkontaminasi atau dapat juga melalui kontak individu merupakan awal dari infeksi. Setelah melewati gaster, kista menuju usus halus. Ekskistasi terjadi di duodenum, setelah itu multiplikasi terjadi melalui pembelahan biner dengan interval kurang lebih 8  jam. Trofozoit menempel pada mukosa duodenum dengan menggunakan sucking disc yang dimilikinya. Enkistasi terjadi saat trofozoit masuk ke usus besar. Stadium trofozoit dan kista dapat ditemukan pada feses penderita giardiasis. Kedua hal tersebur dapat dijadikan alat untuk mendiagnosis penyakit giardiasis. Di luar tubuh manusia, G. Lamblia lebih tahan dalam bentuk kista dan dalam lingkungan lembab dapat bertahan sampai 3 bulan.  Giardia lamblia adalah salah satu protozoa penyebab infeksi pada saluran pencernaan manusia. Protozoa ini ditemukan pertama kali olehLeuwenhoek  tahun 1681 pada fesesnya sendiri. Nama lain dari Giardia lamblia adalah Lamblia intestinalis atau Giardia doudenalis. Selain menyerang saluran pencernaan manusia, protozoa flagellata ini dapat pula menyerang kucing, anjing, burung, sapi, berang-berang, rusa dan domba.

1.2  Rumusan Masalah
1)      Apa pengetian Giardia Lamblia?
2)      Bagaimana taksonomi Giardia Lamblia?
3)      Bagaimana morfologi dari Giardia Lamblia?
4)      Dimana tempat habitat dari Giardia Lamblia?
5)      Bagaimana siklus hidup dari Giardia Lamblia?
6)      Bagaimana penyebaran penyakit Giardiasis?
7)      Apa saja gejala-gejala yang ditimbulkan penderita Giardiasis?
8)      Bagaimana pencegahan penyakit Giardiasis?

1.3  Tujuan
1)      Untuk mengetahui pengetian Giardia Lamblia?
2)      Untuk mengetahui taksonomi Giardia Lamblia?
3)      Untuk mengetahui morfologi dari Giardia Lamblia?
4)      Untuk mengetahui tempat habitat dari Giardia Lamblia?
5)      Untuk mengetahui siklus hidup dari Giardia Lamblia?
6)      Untuk mengetahui penyebaran penyakit Giardiasis?
7)      Untuk mengetahui gejala-gejala yang ditimbulkan penderita Giardiasis?
8)      Untuk mengetahui pencegahan penyakit Giardiasis?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Giardia Lamblia
Giardia lamblia adalah salah satu protozoa penyebab infeksi pada saluran pencernaan manusia. Protozoa ini ditemukan pertama kali oleh Leuwenhoek  tahun 1681 pada fesesnya sendiri. Nama lain dari Giardia lamblia adalah Lamblia intestinalis atau Giardia doudenalis. Selain menyerang saluran pencernaan manusia, protozoa flagellata ini dapat pula menyerang kucing, anjing, burung, sapi, berang-berang, rusa dan domba.
Penyakit yang disebabkan oleh Giardia lamblia dinamakan giardiasis. Penyakit ini terdapat di negara berkembang yang beriklim panas. Giardiasis lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding dewasa. Hampir 100% anak mengalami infeksi giardia lamblia saat 2 tahun pertama kehidupannya. Infeksi oleh parasit ini kemungkinan terjadi dalam interval yang sering sehingga sebagian orang melihat Giardia lamblia sebagai flora normal pada individu yang tinggal di negara berkembang.

2.2 Taksonomi
Kingdom         : Protista
Subkingdom    : Protozoa
Phylum            : Sarcomastigophora
Subphylum      : Mastigophora
Class                : Zoomastigophora
Order               : Diplomonadida
Family             : Hexamitidae
Genus              : Giardia
Species            : Lamblia

2.3 Morfologi
Dalam morfologi atau bentuk dari protozoa parasit Giardia Lamblia ini mempunyai 2 stadium yaitu:
2.3.1 Stadium trofozoit
 Ukuran 12-15 mikron; berbentuk simetris bilateral seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang blefaroplas.  Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.
                                 
Gambar 2.1 Tropozoit Giardia lamblia 

2.3.2 Stadium kista
Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub. Kista berukuran lebih kecil daripada trofozoit yaitu panjang 8-18 μm dan lebar 7-10 μm. Letak kariosom lebih eksentrik bila dibandingkan dengan trofozoit. Pada kista yang telah matur terdapat 4 buah median bodies, 4 buah nuclei, dan dapat pula ditemukan longitudinal fibers.
Gambar 2.2 Kista Giardia lamblia

2.4 Habitat
Giardia lamblia ditemukan di tanah, air, atau makanan yang telah terkontaminasi tinja dari manusia yang terinfeksi atau protozoa G.lamblia bisa berasal dari air yang terkontaminasi yang meliputi air yang tidak direbus, disaring, atau didesinfeksi dengan bahan kimia.
 Jika protozoa ini dalam usus manusia,protozoa tersebut dapat hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal jejenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasma membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batill isap akan melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit kemudian berkembangbiak dengan cara belah pasang longitudinal. Bila jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus halus (Wolfe, 1992; Farthing, 1999; Hawrelak, 2003). Trofozoit yang tidak melekat pada mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal yaitu usus besar. Enkistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat.  Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi, atau secara langsung melalui fecal-oral.Giardia lamblia mempunyai bentuk tropozoit dan kista, dan hidup di duodenum dan di proksimal jejenum. Makan di ambil dari isi usus, meskipun parasite ini mungkin mendapat makanan dengan mempergunkan batil isapnya dari sel-sel epitel. Sedangkan cara berkembang biaknya dengan cara pembelahan mitosis selama terbentuk kista.

2.5 Siklus Hidup
Siklus hidup Giardia lamblia dimulai dari penularan dimulai dari menelan parasit dalam bentuk kista. Dinding kista yang tebal akan pecah terkena asam lambung, dan keluarlah bentuk tropozoit Bentuk tropozoit segera membelah dua, dan bergerombol dengan parasit lain di daerah usus halus, yang kemudian mulai menimbulkan gejala gangguan saluran cerna.
Bentuk tropozoit ini mirip buah pear yang dibelah dan mempunyai sepasang cambuk(flagella) untuk membantu bergerak dan berenang bebas di dalam lumen usus. Bentuk tropozoit ini kontak dengan cairan empedu, mengubah campuran makanan dan enzim pencernaan, Kemudian mulai menembus lapisan selaput lendir usus, sambil terus membelah memperbanyak diri sampai bertahun tahun. Bentuk ada yang mati karena enzim pencernaan dan ada yang berubah menjadi bentuk kista berdinding tebal dan keras.Yang ikut aliran cairan usus, akan ikut keluar bersamakotoran, mencemari air sungai, air danau, air selokan, atau mata air di pegunungan. Parasit G. lamblia mencemari air permukaan, bersama-sama, Virus Hepatitis A, menyebabkan sakit kuning (hepatitis), Kuman Salmonella menyebabkan penyakit demam tipus, kuman Campilobacter menyebabkan diare pada manusia yang tertular melalui konsumsi daging babi, atau susu mentah. Sanitasi air minum perlu diperhatikan untuk menghindari penularan parasit, virus dan kuman penyebab penyakit tersebut.
Penularan dapat terjadi dari orang ke orang melalui tangan yang mengandung kista dari tinja orang yang terinfeksi ke mulut orang lain, penularan terjadi terutama di asrama dan tempat penitipan anak. Cara-cara penularan seperti ini adalah yang paling utama. Hubungan seksual melalui anus juga mempermudah penularan. KLB terbatas dapat terjadi karena menelan kista dari air minum yang terkontaminasi tinja penderita, dan tempat rekreasi air yang tercemar dan jarag sekali penularan terjadi karena makanan yang terkontaminasi tinja. Kadar chlorine yang digunakan secara rutin untuk pengolahan air bersih tidak dapat membunuh kista Giardia, khususnya pada saat air dalam keadaan dingin; air kotor yang tidak disaring dan air danau yang terbuka terhadap kontaminasi oleh tinja manusia dan hewan merupakan sumber infeksi.

2.6 Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit Giardiasis adalah adanya parasit yang hidup di dalam perut. Nama parasit tersebut adalah Intestinalis Giardia. Mikro organisme ini hidup sebagai parasit dalam perut manusia.Intestinalis Giardia dapat melakukan penyebaran ketika orang yang terinfeksi melakukan buang air besar, mikro organsime ini bisa ikut keluar bersamaan dengan feses atau tinja, dan dapat bertahan hidup selama beberapa dalam beberapa minggu dan dapat menyebar pada air minum yang yang dikonsumsi.

Intestinalis Giardia

Orang yang berpotensi mengalami adalah mereka yang sering melakukan kontak dengan tempat keluarnya feses, seperti saat mengganti popok bayit atau memberishkan tinjanya (cebok). Jika tidak pandai pandai menjaga kebersihannya, maka dari sinilah mikro organisme yang bernama Intestinalis Giardia dapat ditransfer. Selain itu orang yang juga dapat berpotensi memiliki penyakit Giardiasis adalah mereka yang sering menkonsumsi air di bawah standar bersih.
Parasit ini ditularkan dari orang ke orang melalui kista dalam tinja.
Penularan langsung terjadi diantara anak-anak atau mitra seksual, atau secara tidak langsung melalui air atau makanan yang terkontaminasi.
Giardiasis terjadi di seluruh dunia dan terutama pada anak-anak dan di daerah yang tingkat kebersihannya buruk.Lebih sering ditemukan pada laki-laki homoseksual dan pada orang-orang yang mengadakan perjalanan ke negara-negara berkembang.
Penyakit ini juga lebih sering menyerang:
·         orang-orang yang memiliki kadar asam lambung yang rendah
·         orang yang lambungnya sudah diangkat melalui pembedahan
·         penderita pankreatitis kronis
·         penderita gangguan sistem kekebalan.
Giardia menyebar dengan “fecal-oral” artinya sebagian organismenya keluar dari kotoran lantas menyebar lewat udara dan masuk ke orang lewat udara yang dihisap. Sekali bakterinya masuk ke sungai atau danau. Bakteri akan bisa bertahan berbulan-bulan, terutama di air dingin. Bakteri ini misalnya terdapat di mata air pegunungan. Dari sisi teknis, sekali air tercurah dari langit lantas mengena tanah maka kemungkinan hadirnya giardia besar sekali.

2.7 Gejala Penyakit Giardiasis
Pada kebanyakan kasus yang terjadi , orang yang terinfeksi biasanya mampu diatasi dengan sistem kekebalan tubuh yang mereka miliki dan tidak memberikan gejala.  Jika gejala terjadi , mereka bisa datang pada satu sampai dua minggu setelah kontak pertama dengan giardia tersebut. Gejala infeksi giardial dapat bervariasi dari orang ke orang , tetapi secara umum mereka biasanya mengalami diare.
Giardiasis adalah infeksi usus halus bagian atas sering tanpa gejala. Namun ada pula infeksi yang diikuti dengan berbagai gejala intensinal seperti diare kronis, steatorrhea, kejang perut, bau saat bersedawa, kembung, mengalami dehidrasi, buang air besar berkali-kali, tinja pucat berlemak, lelah penurunan berat badan. Biasanya tidak terjadi invasi ekstraintestinal, tetapi terjadi reaksi radang sendi dan pada giardiasis yang berat, mungkin terjadi gangguan pada usus dua belas jari dan kerusakan sel mukosa jejunum.
 Untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang benar - benar terkena penyakit giardiasis, seorang dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan dilaboratorium dengan memastikan adanya Intestinalis Giardia dengan menggunakan sampel tinja.
2.8 Pencegahan Penyakit
Adapun cara yan dapat kita lakukan untuk meminimalizir atau mencegah menular atau tersebarnya protozoa parasit Giardia Lamblia ini dengan melakukan berbagai cara, seperti:
·           Mengkonsumsi air minum yang sudah melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
·           Pada umumnya G. Lamblia resisten terhadap klorin, sehingga penyaringan sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminasi oleh protozoa patogen ini.
·           Melindungi tempat persediaan air dari hospes reservoir (berang-berang dan tikus air).
·           Meningkatkan hygiene perorangan,misalnya berperilaku hidup bersih dan sehat.
·           Penyediaan makanan yang bersih dan baik.

Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene perorangan, keluarga, dan kelompok., dengan menghindari air minum yang terkontaminasi . Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis.
Pada daerah terbuka dimana jarang ditemukan air di permukaan tanah, memerlukan penyaringan dengan filter yang memiliki nominal 1-pori ukuran mikrometer. Disarankan untuk menggunakan yodium atau klorin dioksida pada air yang akan dikonsumsi. Parameter air seperti suhu, kekeruhan, dan kepekatan juga dapat mempengaruhi efektivitas suatu perawatan terhadap infeksi.
·      Penyaringan dengan filter yang memiliki nominal 1-pori ukuran mikromiter pada air permukaan tanah yang daerah terbuka
·      Menggunakan Yodium atau klorin dioksida pada air yang dikonsumsi
·      Parameter air seperti suhu, kekeruhan dan kepekatan juga dapat mempengaruhi efektifitas suatu perwatan terhadap infeksi.
Ingat, bahwa tidak semua orang terlihat bergejala walaupun di dalam tubuhnya terdapat Giardia. Oleh sebab itu diperlukan kewaspadaan universal dalam prilaku keseharian khususnya perhatian utama pada anak-anak yang bisa tertular penyakit ini dari makanan-minuman yang kebersihannya diragukan.















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
*      Giardia Lamblia adalah protozoa parasit penyebab infeksi pada saluran pencernaan manusia yang disebut dengan penyakit giardiasis.
*      Giardia Lamblia adalah kelompok protozoa parasit.
*      Morfologi Giardia Lamblia dibagi menjadi troposoit dan kista.
*      Giardia Lamblia dapat hidup di tanah, air, makanan dan apabila masuk ke dalam tubuh protozoa ini akan hidup di saluran pencernaan khususnya di duodenum.
*      Giardia Lamblia dimulai dari tertelannya parasit dalam bentuk kista dan akan keluar melalui feces.
*      Giardiasis adalah penyakit karena hidupnya protozoa parasit intestianalis dalam tubuh.
*      Gejala-gejala yang ditimbulkan penderita Giardiasis kebanyakan terjadinya diare yang kronis,
*      Penyakit Giardiasis dapat dicegah dengan memperhatikan hygine perorangan.

3.2 Saran
Setelah mengetahui habitat G.Lamblia kita di tuntut untuk mencegah masuknya parasite G. Lamblia dalam tubuh dengan cara menjaga sanitasi lingkungan yang baik.





DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, E. dkk. 2004. “Mikrobiologi Kedokteran”. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Soejoto dan Soebari,parasitologi medik jilid 1 protozologi dan helmintologi,solo
Cheng, Thomas C. 1973. General Parasitology. Florida: Academic Press, Inc.
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi dan Helmintologi. Bandung: Yrama Widya.